Jip Biasa Berkualitas Luar Biasa
Orang Jerman itu ”Kasihan”. Mengapa ”kasihan”? Pernyataan itu sama sekali bukan dimaksudkan untuk meremehkan orang Jerman, tetapi justru sebagai pujian. Bangsa Jerman itu dikenal sebagai bangsa yang mengagung-agungkan teknologi dan kualitas yang tinggi dalam menghasilkan suatu produk. Itu sebabnya, tidak ada produk Jerman yang kualitasnya biasa-biasa.
Pada tahun 1975, pengerjaan di fasilitas produksi yang baru
di Graz dimulai, di mana kendaraan lintas alam yang baru itu hampir seluruhnya
dikerjakan dengan tangan. Pada tahun 1979, produksi Mercedes Benz G (Gelӓndewagen)
Class dimulai di Graz.
Dengan demikian, setelah 44 tahun berhenti mermbuat jip
akhirnya Mercedes Benz kembali memproduksi jip. Seperti yang disebutkan pada
awal tulisan ini, orang Jerman itu ”kasihan”… Maksud hati ingin membuat jip
biasa, tetapi jip yang dibuatnya, kualitasnya luar bisa. Hanya terpaut sedikit
dari Range Rover, yang merupakan model mewah dari Land Rover.
Penyempurnaan dilakukan pada tahun 1981, termasuk persneling
otomatik, penyejuk udara (AC), dan tangki bahan bakar tambahan. Dan, setelah
itu G-Class terus-menerus mengalami penyempurnaan hingga akhirnya mendapatkan
julukan S-Class dalam bentuk jip.
Kata-kata Mercedes Benz kembali memiliki jip itu sangat
tepat. Mengingat Mercedes Benz pertama kali membuat gelӓndewagen pada tahun 1926, dan diberi nama
G1. Mobil lintas alam itu sosoknya mirip truk dan mengunakan 6 roda. Jip
seperti yang kita kenal saat ini, diproduksi Mercedes Benz pada tahun 1935 dan
diberi nama G5. Mobil itu menggunakan 4 roda, berpenggerak 4 roda dan ke-4
rodanya dapat dikemudikan (4 wheel
streering).
Mercedes Benz memproduksi jip bahkan sebelum dunia mengenal
nama jip. Pada tahun 1939, Angkatan Darat
Amerika Serikat (US Army) membuka tender bagi 135 perusahaan pembuat
mobil di negara itu untuk membuat kendaraan khusus untuk keperluan militer.
Petinggi US Army merasa perlu memiliki kendaraan berukuran sedang yang dapat
diandalkan untuk mengatasi matra perang di Eropa yang berbukit-bukit, bersalju
dan berlumpur. Tujuannya agar pasukan dapat digerakkan dengan cepat. Dari 135
perusahaan itu hanya 3 yang memenuhi persyaratan, yakni Bantam, Willys Overland
dan Ford. Pada tahun 1941, lahirlah jip. Tidak diketahui dari mana dan kapan
nama itu mulai digunakan. Bantam menamakan produknya Blitz Buggy, Willys
menamakannya Quad (kemudian, MB) dan Ford menamakannya GP (yang dibacanya,
ji-pi), yang merupakan singkatan dari General Purpose (Serba Guna). Diduga nama
jip berasal dari ji-pi.
Jerman kalah dalam Perang Dunia II (1939-1945), dan setelah
itu Mercedes Benz (Jerman Barat) tidak pernah memproduksi jip lagi.
Kualitas yang terjaga
Bukti bahwa bangsa Jerman itu selalu menempatkan teknologi
dan kualitas pada tempat tertinggi, dapat dilihat pada mobil Benz Viktoria yang
dibuat pada tahun 1894, masih dianggap laik jalan oleh otoritas terkait pada
tahun 2019. Bahkan, mobil itu menggunakan nomor polisi biasa, sama seperti
nomor polisi mobil-mobil masa kini.
Mobil atap terbuka yang berusia 125 tahun itu masih dianggap
aman untuk dikendarai di jalan raya pada pagi dan siang hari. Keterbatasan
pencahayaan lampu depan (headlight) dan
ketiadaan lampu sein (turn signal) menjadikan
mobil itu hanya diizinkan untuk digunakan pada siang hari. Pengemudi mobil itu
menggunakan tongkat sepanjang 50 sentimeter yang di ujungnya ditempatkan compact disk (CD) yang berkilau sebagai
pengganti lampu sein.
Mobil sejenis yang menggunakan atap terpal (phaeton) tiba di Pulau Jawa pada tahun
1894. Mobil itu dibeli oleh Susuhunan Solo Paku Buwono X. Dengan memiliki mobil
itu, Paku Buwono X tercatat sebagai pemilik mobil yang pertama di Indonesia,
yang saat itu masih bernama Hindia Belanda. Mobil itu terakhir muncul di depan
umum pada tahun 1924, ketika akan dikapalkan ke Belanda melalui Pelabuhan
Semarang untuk diikutkan dalam pameran mobil RAI, Amsterdam Motor Show.
Mobil itu kini berada di Museum Louwman di Wassenaar, Den Haag. Kepala Museum Nasional Siswanto, awal Februari lalu, mengatakan, karena dianggap sarat nilai sejarah, pemerintah Indonesia akan berupaya memulangkannya ke Tanah Air. Namun, upaya itu tidak mudah karena Museum Louwman itu milik perorangan, bukan milik pemerintah.
Comments
Post a Comment